Memahami Peran UU PDP: Standarisasi Keamanan Data Pribadi Sebagai Mitigasi Kebocoran Data Pengguna E-Commerce
Latar Belakang
Kemajuan teknologi informasi semakin meluas dengan berbagai inovasi terbarunya. Salah satunya adalah kemajuan teknologi pada sektor perdagangan elektronik atau e-commerce. Electronic Commerce (E-Commerce) atau yang biasa disebut sebagai perdagangan elektronik merupakan aktivitas membeli dan menjual barang secara elektronik melalui internet. Perdagangan secara elektronik ini membantu memajukan industri kreatif dan mendorong perekonomian yang lebih mandiri (Deja, dkk., 2023).
Perdagangan elektronik ini umumnya dilakukan di suatu laman website atau aplikasi marketplace. Demi memudahkan kejelasan transaksi yang dilakukan secara online untuk mencegah adanya penipuan, penyelenggara e-commerce akan meminta pengguna untuk mendaftarkan diri dengan memberikan data pribadi seperti nama lengkap, e-mail, alamat, informasi kartu kredit atau electronic wallet (e-wallet), bahkan hingga foto dengan KTP dengan tujuan verifikasi. Dalam hal ini berarti pengguna secara sadar telah bersedia memberikan identitas atau data pribadinya kepada pihak kedua. Namun, bagaikan pedang bermata dua, selain keuntungan yang diberikan oleh teknologi ini, terdapat juga tantangan yang mengikuti (Leona, dkk., 2023).
Salah satu tantangannya yakni kebocoran data pribadi oleh penyelenggara e-commerce yang berujung pada penyalahgunaan data pengguna e-commerce. Rentannya pelindungan terhadap keamanan data pribadi pengguna e-commerce menjadi hal yang perlu diperhatikan. Sebab setiap hari pengguna internet melakukan transaksi belanja online dan inilah yang membuka peluang bagi para peretas untuk melancarkan aksi peretasan. Data pribadi yang disimpan pada platform e-commerce tidak hanya nama lengkap atau e-mail saja, tetapi hingga nomor kartu kredit dan dompet digital pengguna. Kebocoran data pribadi akan berpotensi pada pelanggaran lainnya seperti penyalahgunaan data pribadi, pemalsuan data pribadi, penipuan, hingga phising. Dilihat dari beberapa kasus kebocoran data pribadi di Indonesia seperti kasus kebocoran data pribadi konsumen Tokopedia dan Bukalapak
diperlukan regulasi yang mengatur standarisasi keamanan data pribadi bagi penyelenggara e-commerce dalam mengelola data pribadi pengguna aplikasi.
Pemerintah Indonesia sendiri telah menyediakan standar keamanan data pribadi dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Pelindungan Data Pribadi (UU PDP). Undang-Undang ini berperan sebagai acuan dalam mengatur tata kelola pengumpulan data, pemrosesan, hingga penyimpanan data pribadi yang dilakukan oleh penyelenggara sistem elektronik. Undang-Undang ini disahkan pada tanggal 17 Oktober 2022 dan mulai berlaku pada Oktober 2024.
Namun, meskipun UU PDP telah hadir sebagai payung hukum dengan memberikan kerangka standarisasi keamanan yang jelas, tantangan dalam penerapannya tidak dapat diabaikan. Penyelenggara e-commerce akan dihadapkan dengan tantangan dari berbagai aspek. Selain itu, efektivitas dalam penerapan standarisasi keamanan nantinya juga perlu dievaluasi secara menyeluruh dan berkala untuk memastikan bahwa langkah-langkah dalam penerapan standarisasi keamanan tersebut benar-benar dapat mencegah kebocoran data pengguna e-commerce.
Rumusan Masalah
- Bagaimana UU PDP meningkatkan standarisasi keamanan data pribadi dalam e-commerce?
- Apa saja tantangan dalam menerapkan kebijakan standarisasi keamanan dalam e-commerce sesuai dengan ketentuan UU PDP?
- Bagaimana efektivitas standarisasi keamanan dapat mencegah kebocoran data pengguna e-commerce?
Analisis
- Peningkatan Standarisasi Keamanan Data Pribadi Dalam E-Commerce Melalui UU PDP
Perdagangan elektronik, atau yang lebih dikenal dengan e-commerce, telah menjadi salah satu bentuk transaksi yang paling populer di kalangan masyarakat dengan kemudahannya. Kemudahan berbelanja dari rumah, berbagai pilihan produk, dan berbagai metode pembayaran yang aman
merupakan beberapa alasan utama mengapa banyak konsumen beralih ke e-commerce. Namun, kemajuan ini juga menimbulkan tantangan baru, termasuk mudahnya pengumpulan dan transfer data pribadi tanpa sepengetahuan dan persetujuan dari subjek data pribadi, yang dalam hal ini adalah orang perseorangan yang pada dirinya melekat data pribadi. Hal tersebut merupakan bentuk ancaman terhadap hak-hak konstitusional pemilik data pribadi. Oleh karena itu, UU PDP hadir sebagai payung hukum dan standar pelindungan data pribadi yang memadai agar mampu memberikan kepercayaan masyarakat untuk memberikan data pribadi tanpa khawatir akan disalahgunakan atau melanggar hak pribadinya (Adam Luthfi, dkk., 2020).
Dalam Pasal 1 butir 1 UU PDP dinyatakan bahwa data pribadi adalah data tentang orang perseorangan yang teridentifikasi atau dapat diidentifikasi secara tersendiri atau dikombinasi dengan informasi lainnya baik secara langsung maupun tidak langsung melalui sistem elektronik atau nonelektronik. Dalam Pasal 4 UU PDP, terdapat dua jenis data pribadi, yaitu data pribadi yang bersifat spesifik dan data pribadi yang bersifat umum. Data pribadi yang bersifat spesifik meliputi: data dan informasi kesehatan; data biometrik; data genetika; catatan kejahatan; data anak; data keuangan pribadi; dan/atau data lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Sementara itu, data pribadi yang bersifat umum meliputi: nama lengkap; jenis kelamin; kewarganegaraan; agama; status perkawinan; dan/atau data pribadi yang dikombinasikan untuk mengidentifikasi seseorang.
Lebih lanjut, UU PDP berlandaskan dengan sejumlah asas yang harus dipatuhi, termasuk oleh penyelenggara e-commerce dalam mengelola data pribadi pengguna e-commerce. Asas-asas tersebut diatur dalam Pasal 3 UU PDP, diantaranya: pelindungan; kepastian hukum; kepentingan umum; kemanfaatan; kehati-hatian; keseimbangan; pertanggungjawaban; dan kerahasiaan. Melalui penerapan asas-asas tersebut, UU PDP berupaya menciptakan lingkungan e-commerce yang lebih aman dan terpercaya bagi pengguna.
Standar keamanan pelindungan data pribadi telah diatur secara rinci dalam UU PDP, kewajiban pengendali data pribadi diatur dalam Pasal 20 s.d.
Pasal 50 UU PDP di antaranya wajib menunjukkan bukti persetujuan yang telah diberikan subjek data pribadi saat melakukan pemrosesan data pribadi, wajib menjaga kerahasiaan data pribadi, dan wajib mencegah data pribadi diakses secara tidak sah. Sementara itu, kewajiban prosesor data pribadi, yang melakukan pemrosesan data pribadi atas nama pengendali data pribadi, tercantum dalam Pasal 51 s.d. Pasal 52 UU PDP antara lain wajib melakukan pemrosesan data pribadi berdasarkan perintah pengendali data pribadi, wajib mendapatkan persetujuan tertulis dari pengendali data pribadi sebelum melibatkan prosesor data pribadi lain.
Hal penting lainnya juga telah diatur dalam UU PDP, seperti hak-hak subjek data pribadi yang diatur dalam Pasal 5 s.d. Pasal 15 UU PDP antara lain berhak mendapatkan informasi tentang kejelasan identitas, dasar kepentingan hukum, tujuan permintaan dan penggunaan data pribadi, dan akuntabilitas pihak yang meminta data pribadi, berhak mengakhiri pemrosesan, menghapus, dan/atau memusnahkan data pribadi tentang dirinya, serta berhak menggugat dan menerima ganti rugi atas pelanggaran pemrosesan data pribadi tentang dirinya.
UU PDP juga mengatur larangan dalam penggunaan data pribadi, seperti penyalahgunaan data pribadi pengguna, serta sanksi bagi pelanggar ketentuan pelindungan data pribadi, termasuk denda administratif dan sanksi pidana. Sanksi ini diharapkan dapat menjadi efek jera bagi penyelenggara e-commerce yang lalai atau sengaja melanggar ketentuan pelindungan data pribadi.
Dalam hal ini, UU PDP memainkan peran penting dalam meningkatkan standar keamanan data pribadi, khususnya dalam bidang e-commerce. Melalui pengaturan asas-asas, implementasi langkah-langkah keamanan, pemberian hak-hak kepada subjek data pribadi, serta penegakan hukum yang ketat, UU PDP telah berupaya menjadikan e-commerce sebagai wadah yang lebih aman dan terpercaya bagi penggunanya. Dengan demikian, kepercayaan pengguna e-commerce dapat meningkat, yang diharapkan akan mendorong pertumbuhan bidang e-commerce secara lebih sehat dan berkelanjutan.
- Tantangan Dalam Menerapkan Kebijakan Standarisasi Keamanan Dalam E-Commerce Sesuai Dengan Ketentuan UU PDP
Namun, dalam menerapkan standar keamanan data pribadi yang ditetapkan oleh UU PDP, masih terdapat beberapa tantangan. Pertama, sebagian masyarakat tidak paham dan tidak menyadari potensi kejahatan akibat kebocoran data pribadi. Padahal, kebocoran terhadap data pribadi tidak hanya membawa kerugian material saja, tetapi juga immaterial. Kurangnya kesadaran masyarakat akan hal ini menjadi tantangan tersendiri dalam menerapkan standar keamanan data pribadi dalam e-commerce. Sebab apabila masyarakat telah menyadari pentingnya keamanan data pribadi miliknya, masyarakat akan selalu bersikap waspada terhadap kerahasiaan data pribadinya. Dalam melindungi data pribadi milik kita sendiri, kita juga harus melindungi dan menjaganya dan tidak sepenuhnya bergantung pada sistem keamanan yang ada pada penyelenggara aplikasi (M. Ikhsan, 2021).
Kedua, lembaga pengawas data pribadi sebagaimana yang diamanatkan oleh Pasal 58 dan 59 UU PDP belum terbentuk dan bertugas dengan baik. Dengan adanya lembaga pengawas ini akan menjadi harapan baru bagi masyarakat terhadap mitigasi pelanggaraan terhadap data pribadi. Apabila kita hanya mengandalkan Kementerian Komunikasi dan Informasi dalam mengatasi kebocoran data, penerapan UU PDP hanyalah sekedar angan-angan belaka karena regulasi yang kuat harus diimbangi dengan penegakkan yang tegas. Kementerian komunikasi dan Informasi kerap kali lalai dan tidak sigap dalam kinerjanya mengatasi kebocoran data di berbagai kasus di Indonesia. Pelindungan atas data pribadi merupakan hal penting yang harus menjadi perhatian pemerintah. Pemerintah harus turut berperan dengan mengawasi penerapan atas standar keamanan yang telah ditetapkan oleh Undang-Undang. Kepedulian pemerintah akan hal ini akan membawa dampak signifikan untuk meningkatkan kepercayaan pengguna dan membawa potensi besar bagi pertumbuhan perekonomian Indonesia kedepannya (Ahmad, 2017).
Ketiga, adanya ancaman kejahatan siber dalam dunia digital. Perkembangan teknologi yang semakin maju turut membuka kesempatan bagi pelaku yang tidak bertanggung jawab untuk melancarkan serangan siber. Kejahatan siber merupakan kejahatan di dunia digital yang dilakukan dengan teknologi dan informasi sebagai alat untuk melancarkan kejahatan tersebut. Serangan siber seperti phising atau pengaksesan data yang tidak sah akan memberikan efek domino yang berakhir pada kebocoran data pribadi. Dengan ragamnya kejahatan siber, ruang lingkup aturan mengenai standar keamanan data pribadi yang juga harus mengikuti perkembangan tersebut (Dwi, dkk., 2023).
Terakhir, untuk mengatasi berbagai ancaman terhadap keamanan data pribadi penyelenggara e-commerce membutuhkan modal dan teknologi yang mumpuni. Dalam menerapkan standar keamanan yang diatur oleh UU PDP, penyelenggara e-commerce harus memberikan usaha lebih besar dalam melindungi data pribadi penggunanya dengan memperkuat sistem keamanan. Hal ini dapat dilakukan dengan menerapkan lapisan keamanan seperti autentikasi dua faktor atau two factor authentication (2FA). 2FA dapat menjadi langkah preventif untuk mencegah terjadinya pengaksesan yang tidak sah dari pihak lain. Selanjutnya, penyelenggara e-commerce juga harus rutin melakukan pemeriksaan berkala terhadap sistem keamanan data yang disimpan dalam platform (Indriani, 2023).
- Efektivitas Standarisasi Keamanan Dapat Mencegah Kebocoran Data Pengguna E-Commerce
Efektivitas dalam menerapkan standarisasi keamanan merupakan kunci untuk mencegah kebocoran data pengguna e-commerce. Pasal 16 ayat (2) UU PDP merupakan cakupan pemrosesan data pribadi yang bertujuan memberikan kewajiban kepada penyelenggara e-commerce untuk mencegah dan mengurangi risiko kebocoran data pribadi. Hal ini dilakukan dengan menjaga keamanan data pribadi pengguna dari akses ilegal oleh pihak yang tidak bertanggung jawab. Pelindungan terhadap data pribadi sangat penting karena merupakan hak privasi seseorang. Dalam hal ini, peran penyelenggara e-commerce sangat penting dengan menerapkan kebijakan
privasi dan menerapkan langkah-langkah pelindungan data pribadi yang jelas dan transparan. Selain itu, penyelenggara e-commerce harus menyediakan informasi yang jelas dan mudah dimengerti kepada pengguna mengenai bagaimana data pribadi mereka dikumpulkan dan digunakan.
Dalam rangka pemenuhan kewajiban oleh penyelenggara e-commerce dalam menjaga keamanan data pribadi pengguna, penyelenggara e-commerce harus memastikan bahwa mereka memiliki sumber daya dan dana yang cukup untuk mengelola serta melindungi data pribadi pengguna dengan baik. Pengelolaan data pribadi memerlukan investasi yang signifikan dalam teknologi keamanan, infrastruktur yang memadai, serta tenaga ahli yang terlatih. Selain itu, penyelenggara e-commerce harus memperbarui kebijakan dan prosedur keamanan mereka secara berkelanjutan. Kebijakan dan prosedur ini harus selalu mencerminkan perubahan dalam kebutuhan keamanan dan privasi yang dinamis. Misalnya, setiap kali ada perkembangan baru dalam ancaman siber atau ada teknologi baru yang dapat meningkatkan keamanan, penyelenggara e-commerce harus segera mengintegrasikannya ke dalam kebijakan dan prosedur mereka. Langkah tersebut penting tidak hanya untuk menghadapi ancaman keamanan yang terus berkembang tetapi juga untuk memastikan kesesuaian dengan peraturan hukum yang berlaku, seperti regulasi pelindungan data yang terus mengalami pembaruan.
Penyelenggara e-commerce memiliki tanggung jawab yang besar dalam menjaga keamanan data pribadi pengguna mereka. Mereka harus memastikan bahwa setiap aspek operasional mereka mematuhi peraturan hukum yang berlaku, khususnya UU PDP. Pengadopsian kebijakan dan prosedur keamanan yang memadai adalah langkah awal yang krusial. Kebijakan tersebut harus mencakup berbagai tindakan pencegahan dan respon terhadap insiden kebocoran data, yang dalam hal ini merupakan kegagalan pelindungan data pribadi, termasuk upaya penanganan dan pemulihan atas kebocoran data pribadi.
Selain kebijakan dan prosedur yang ketat, penyelenggara e-commerce juga perlu fokus pada pelatihan karyawan. Karyawan harus dibekali dengan pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan untuk melindungi data pribadi
pengguna secara efektif. Pelatihan rutin tentang praktik keamanan data dan kesadaran terhadap ancaman keamanan siber dapat membantu mencegah kesalahan manusia yang sering kali menjadi penyebab utama kebocoran data. Selain itu, penyelenggara e-commerce harus menyediakan pusat bantuan bagi pengguna, di mana konsumen dapat melaporkan masalah keamanan atau meminta bantuan terkait pelindungan data pribadi mereka (Rachel, 2023).
Oleh karena itu, dengan menerapkan langkah-langkah tersebut sebagai standarisasi keamanan, penyelenggara e-commerce dapat memastikan bahwa data pribadi pengguna mereka aman dan terlindungi dari risiko kebocoran. Keamanan data yang efektif tidak hanya melindungi pengguna dari potensi kerugian, tetapi juga memperkuat hubungan kepercayaan antara pengguna dan penyelenggara e-commerce.
Kesimpulan
Penggunaan e-commerce dalam transaksi jual-beli online membawa banyak kemudahan dan keuntungan. Namun, selain keuntungan yang ditawarkan teknologi ini turut membawa potensi kerugian bagi pengguna. Kerugian dalam hal ini berupa potensi kebocoran data pribadi. Untuk mengatasi potensi pelanggaran tersebut, UU PDP hadir sebagai acuan dalam menerapkan standar keamanan data pribadi bagi penyelenggara dan pengguna sistem elektronik.
Undang-undang tersebut mengatur mengenai tata kelola, pemrosesan, penyimpanan, hingga transfer data kepada pihak ketiga. Selain itu, UU PDP juga memberikan mandat pembentukan lembaga pengawas data pribadi untuk mendorong kefektivitasan standar keamanan data pribadi yang telah ditetapkan dalam Undang-Undang. Namun, dalam mewujudkan cita-cita yang ingin dicapai oleh UU PDP, masih terdapat beberapa tantangan dan hambatan. Antara lain adalah lemahnya kesadaran pengguna terhadap data miliknya, kurangnya pengawasan pemerintah, hingga modal dan investasi yang dibutuhkan penyelenggara e-commerce untuk mengikuti standar yang ditetapkan oleh UU PDP.
Saran
Berdasarkan analisis yang telah dipaparkan di atas, untuk memastikan pelindungan data pribadi pengguna e-commerce, diharapkan bahwa penyelenggara e-commerce maupun pemerintah dapat mengambil berbagai langkah. Pertama, diperlukan adanya peningkatan kesadaran masyarakat akan pentingnya keamanan data pribadi miliknya agar masyarakat dapat selalu bersikap waspada terhadap kerahasiaan data pribadinya. Kedua, pemerintah harus segera mengaktifkan dan mengoptimalkan lembaga pengawas data pribadi yang diamanatkan oleh UU PDP, termasuk dilengkapi dengan sumber daya manusia yang kompeten untuk melakukan pengawasan tersebut. Ketiga, penyelenggara e-commerce perlu mengikuti perkembangan tentang ancaman kejahatan siber, sehingga dapat memperbarui sistem keamanan secara berkala sesuai dengan perkembangan tersebut. Terakhir, penyelenggara e-commerce dapat meningkatkan investasi dalam teknologi keamanan, meningkatkan sumber daya manusia untuk mengelola data pribadi dengan baik, dan memperbarui kebijakan serta prosedur keamanan secara berkelanjutan. Dengan demikian, langkah-langkah tersebut diharapkan dapat memberikan pelindungan data pribadi yang lebih baik bagi pengguna e-commerce sehingga dapat mencegah terjadinya kebocoran data pribadi.
Daftar Pustaka
Peraturan Perundang-Undangan
Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 Tentang Pelindungan Data Pribadi
Buku
Adam Luthfi, dkk., Statistik E-commerce 2020, Jakarta: Badan Statistik Indonesia, 2020.
Jurnal
Ahmad Firmansyah, “Kajian Kendala Implementasi E-Commerce Di Indonesia”, Jurnal Masyarakat Telematika dan Informasi, Vol. 8, No. 2, 2017.
Deja, Tia, dan Muhammad, “Pelindungan Hukum Data Pribadi Konsumen Dalam Platform E-Commerce”, Jurnal Penelitian Bisnis dan Manajemen, Vol. 1, No. 3, 2023.
Dwi, Rian, dan Galih Kuncoro, “ANCAMAN CYBERCRIME DI INDONESIA: Sebuah Tinjauan Pustaka Sistematis”, Jurnal Konstituen, Vol. 5, No.1, 2023.
Indriani Muin, “Perlindungan Data Pribadi Dalam Platform E-Commerce Guna Peningkatan Pembangunan Ekonomi Digital Indonesia”, MJP Journal Law and Justice, Vol.1, No.2, 2023.
Leona, dkk. “Willingness to Share Data Pribadi dan Kaitannya dengan Penyalahgunaan Data Konsumen E-Commerce di Indonesia: Pendekatan Mixed Methods”, Jurnal Ilmu Kel. & Kons., Vol. 16, No. 3, 2023.
Sekaring Ayumeida Kusnadi dan Andy Usmina Wijaya, “Pelindungan Hukum Data Pribadi Sebagai Hak Privasi”, Jurnal Al-Wasath, Vol. 2, No. 1, 2021.
Rachel Milafebina, dkk., “Pelindungan Data Pribadi terhadap Kebocoran Data Pelanggan E-commerence di Indonesia”, Jurnal Tana Mana, Vol. 4, No.1, 2023.
Internet
Ikhsan, M. “Bahaya Data Pribadi yang Dicuri”, CNN Indonesia, 2021, <https://www.cnnindonesia.com/teknologi/20210108121603-185-591120/baha ya-data-pribadi-yang-dicuri>, [Diakses pada 12/07/2024].
Artikel berupa opini ini ditulis oleh Dwita Tarisa Putri dan Hana Aurelia yang merupakan Mahasiswi Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran.
Anda Masih Bingung Terkait Legalitas?
Yuk Langsung AJa klik toMbol di kanan untuk Bertanya Ke Tim Documenta