Kedudukan Direksi Sekaligus Pemegang Saham di Perseroan Perorangan Pada Usaha Mikro Kecil
cc: (Boris William, Janine Ajesha)
LATAR BELAKANG
Dalam kehidupan sosial, manusia pada dasarnya saling bergantung satu sama lain untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Seiring berjalannya waktu, kebutuhan tersebut dapat terpenuhi melalui berbagai usaha pada beragam sektor yang menyediakan barang maupun jasa, baik untuk kebutuhan primer maupun sekunder dalam masyarakat. Salah satu bentuk partisipasi masyarakat paling umum dalam sektor penyediaan barang atau jasa adalah melalui pendirian Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (“UMKM”). Hal tersebut merupakan kontribusi nyata masyarakat dalam mendorong pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Di sisi lain, terdapat juga usaha dengan skala besar di berbagai bidang dan sektor lainnya. Dari sisi hukum, terdapat beragam bentuk badan usaha berdasarkan pengaturan yang berlaku di Indonesia, yaitu perusahaan non-badan hukum dan perusahaan berbadan hukum.1 Bentuk perusahaan non badan hukum dapat berbentuk Usaha Dagang, Perseroan Komanditer, Firma dan Persekutuan Perdata, sedangkan bentuk Perusahaan berbadan hukum meliputi Perseroan Terbatas (“PT”) dan Koperasi.2
Dalam regulasi di Indonesia, PT diatur secara khusus dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (“UUPT”). UUPT mendefinisikan PT sebagai suatu badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam peraturan yang berlaku.3 Meskipun pada Undang-Undang tersebut dijelaskan bahwa proses pendirian PT cukup kompleks, bentuk perusahaan berbadan hukum ini tetap menjadi pilihan utama para pelaku bisnis dibandingkan dengan jenis perusahaan lainnya.4 Hal ini berakibat pada kesulitan pelaku usaha pada sektor usaha mikro dan kecil yang memiliki modal lebih rendah untuk mencoba mendirikan perusahaan berbentuk PT.
Melihat laju peningkatan perekonomian negara yang sejalan dengan pertumbuhan UMKM, pemerintah berupaya mendorong kemudahan berusaha di Indonesia. Meskipun demikian, Pemerintah juga mempertimbangkan permasalahan regulasi yang terdapat dan diatasi dengan pembentukan Omnibus Law atau Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang (“UU Cipta Kerja”). Dengan adanya berbagai peraturan yang terlalu banyak dan bertumpang tindih, pemerintah menggunakan model Omnibus Law pada UU Cipta Kerja sebagai peraturan yang menjadi alternatif pembenahan permasalahan tersebut. Ini dilakukan dengan mencabut berbagai pasal dalam berbagai undang-undang dan mengatur berbagai ketentuan campuran dari akar pengaturan yang berlainan untuk dapat berfungsi sebagai payung hukum.5
Pada tahun 2021, UU Cipta Kerja disahkan berikut dengan peraturan pelaksananya yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2021 tentang Modal Dasar Perseroan Serta Pendaftaran Pendirian, Perubahan, dan Pembubaran Perseroan yang Memenuhi Kriteria Untuk UMK (“PP Nomor 8 Tahun 2021”). Hal tersebut merupakan terobosan dan perubahan yang nyata dari pemerintah untuk menyempurnakan beberapa ketentuan dari UUPT. Salah satu perubahan terhadap UUPT terletak pada Pasal 109 UU Cipta Kerja yang bertujuan untuk mempermudah UMKM dalam menjalankan usahanya. UU Cipta Kerja dalam hal ini juga menyesuaikan dengan kriteria Usaha Mikro dan Kecil (“UMK”) supaya selaras dengan pengaturan pada Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (“UU UMKM”). Perubahan ini secara signifikan mempengaruhi hukum terkait pendirian PT di Indonesia, terutama yang sebelumnya telah diatur dalam UUPT. Berdasarkan UU Cipta Kerja, definisi PT diubah dengan menambahkan frasa Badan Hukum Perorangan yang memenuhi syarat sebagai UMK sesuai dengan peraturan perundang-undangan terkait UMKM. Definisi ini memungkinkan adanya PT berbadan hukum perorangan yang memenuhi kriteria UMK.6
UU Cipta Kerja tidak melakukan perubahan terhadap organ yang terdapat pada PT, sebagaimana tercantum pada Pasal 109 angka (1) UU Cipta Kerja yang menyatakan organ perseroan PT terdiri dari Rapat Umum Pemegang Saham (“RUPS”), Direksi, dan Dewan Komisaris. Di sisi lain, Pasal 7 PP Nomor 8 Tahun 2021 mengatur bahwa organ perseroan perorangan hanya terdiri dari direksi, dengan merangkap
sebagai pemegang saham, akan tetapi tidak diaturnya mengenai keberadaan Dewan Komisaris”. Dengan demikian, berdasarkan PP No. 8/2021, kedudukan organ perseroan perorangan adalah direksi yang juga sekaligus menjadi pemegang saham saja.7 Kedua pengaturan tersebut menunjukkan inkonsistensi terhadap ketentuan organ PT sehingga berpotensi menimbulkan kebingungan pada masyarakat dalam konteks pendirian perseroan perorangan kriteria UMK.
RUMUSAN MASALAH
- Bagaimana Pengaturan Perseroan Perorangan dalam UU Cipta Kerja dan PP Nomor 8 Tahun 2021?
- Bagaimana kedudukan Direksi sebagai organ perseroan perorangan sekaliguspemegang saham dalam Usaha Mikro Kecil?
ANALISIS
1. Pengaturan Perseroan Perorangan dalam UU Cipta Kerja dan PP Nomor 8 Tahun 2021
Perseroan merupakan salah satu badan hukum yang memiliki “Modal Dasar” yang disebut juga sebagai Authorized Capital, yakni jumlah modal yang disebutkan atau dinyatakan dalam akta pendirian atau anggaran dasar perseroan.8 Pada prinsipnya, perseroan merupakan badan hukum yang lahir berdasarkan perjanjian, otomatis pendirian suatu perseroan sebagai persekutuan modal harus memenuhi ketentuan hukum perjanjian yang diatur dalam Buku Ketiga Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Perseroan sebagai salah satu
badan usaha berbadan hukum haruslah melakukan kegiatan usaha. Sesuai dengan pasal 2 UUPT, suatu perseroan harus mempunyai maksud dan tujuan serta kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi atas saham.
Perseroan perorangan dikenal dengan istilah sole proprietorship sebagaibentuk perusahaan yang paling sederhana. Perseroan Perorangan merupakan perusahaan berbentuk badan hukum dengan tanggung jawab terbatas yang didirikan oleh satu orang dan dipimpin oleh seorang direktur. Perseroan Perorangan ini adalah perkembangan dari bentuk awal sebuah PT yang didirikan oleh dua orang atau lebih.9
Salah satu pertimbangan disusunnya UU Cipta Kerja adalah untuk menyesuaikan berbagai aspek pengaturan yang berkaitan dengan kemudahan, perlindungan, dan pemberdayaan koperasi dan UMKM. UU Cipta Kerja memberikan terobosan bahwa Perseroan dapat didirikan oleh satu orang, dalam hal ini bentuknya Perseroan Perorangan. Hal tersebut dituangkan dalam perubahan definisi PT pada Pasal 109 UU Cipta Kerja yang menyatakan “Perseroan Terbatas yang selanjutnya disebut Perseroan, adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham atau badan hukum perorangan yang memenuhi kriteria UMK sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Perseroan Perorangan lebih lanjut diatur dengan PP Nomor 8 Tahun 2021 yang memperkenalkan Perseroan Perorangan sebagai badan hukum PT dengan konsep tanggung jawab terbatas. Kehadiran perseroan perorangan ini menjadi salah satu langkah dukungan Pemerintah bagi UMK agar mampu bertahan di tengah pandemi Covid-19 yang melanda belakangan ini.10 Dalam Peraturan ini, Perseroan didefinisikan sebagai badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham atau badan hukum perorangan yang memenuhi kriteria usaha mikro dan kecil sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan mengenai usaha mikro dan kecil.
Pada Pasal 2 PP Nomor 8 Tahun 2021 mengatakan bahwa perseroan yang memenuhi kriteria untuk usaha mikro dan kecil terdiri atas perseroan yang didirikan oleh 2 (dua) orang atau lebih dan perseroan perorangan yang didirikan oleh 1 (satu) orang. Selanjutnya, dalam pendiriannya, Perseroan Perorangan memiliki syarat, antara lain:11
a. Didirikan oleh Warga Negara Indonesia yang berusia minimal 17 tahun dan cakap terhadap hukum dengan mengisi Pernyataan Pendirian dalam Bahasa Indonesia;
b. Modal dasar Perseroan Perorangan harus ditempatkan dan disetor penuh paling sedikit 25% (dua puluh lima persen) dan dibuktikan dengan penyetoran yang sah;
c. Perseroan perorangan memperoleh status badan hukum setelah didaftarkan kepada Menteri dan mendapatkan sertifikat pendaftaran secara elektronik
Secara khusus, perseroan perorangan diatur pada Bab III Peraturan Pemerintah ini yang pada pokoknya membahas terkait Pendirian, Perubahan, Laporan Keuangan, dan Pembubaran pada perseroan perorangan. Menurut Peraturan Pemerintah ini, orang yang ingin mendirikan perseroan perorangan harus memenuhi beberapa syarat, antara lain: berwarga negara Indonesia, mengisi Pernyataan Pendirian dalam bahasa Indonesia, berusia paling rendah 17 (tujuh belas) tahun, dan cakap hukum.12
Lebih lanjut, pada Pasal 8 dijelaskan bahwa Pernyataan Pendirian yangtelah dibuat oleh pendiri dapat dilakukan perubahan dengan mengisi format isian perubahan Pernyataan Pendirian Perseroan Perorangan dalam Bahasa Indonesia. Perubahan tersebut akan ditetapkan dengan keputusan pemegang saham Perseroan Perorangan yang mempunyai kekuatan hukum sama dengan rapat umum pemegang saham. Namun demikian, perseroan perorangan yang telah dinyatakan pailit tidak dapat dilakukan perubahan kecuali atas persetujuan kurator. Dalam hal ini, perubahan perseroan perorangan dalam konteks status badan hukum harus dilakukan melalui akta notaris apabila:13
a. Pemegang saham menjadi lebih dari 1 (satu) orang; dan/atau
b. Tidak memenuhi kriteria usaha mikro dan kecil
Dalam bagian ketiga, Peraturan Pemerintah ini menyatakan bahwa perseroan perorangan wajib membuat laporan keuangan yang memuat laporan posisi keuangan, laporan laba rugi, dan catatan atas laporan keuangan tahun berjalan.14 Apabila perseroan perorangan tidak menyampaikan laporan keuangan, maka akan dikenakan sanksi administratif berupa teguran tertulis, penghentian hak akses atas layanan, atau pencabutan status badan hukum.15
Terakhir, PP Nomor 8 Tahun 2021 memuat ketentuan bahwa Perseroan Perorangan dapat melakukan pembubaran yang ditetapkan dengan keputusan pemegang saham Perseroan melalui Pernyataan Pembubaran. Pembubaran Perseroan Perorangan dapat terjadi karena beberapa hal, antara lain:
a. Berdasarkan keputusan pemegang saham Perseroan perorangan yang mempunyai kekuatan hukum sama dengan rapat umum pemegang saham;
b. jangka waktu berdirinya yang ditetapkan dalam Pernyataan Pendirian atau perubahannya telah berakhir;
c. berdasarkan penetapan pengadilan;
d. dengan dicabutnya kepailitan berdasarkan putusan pengadilan niaga yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, harta pailit Perseroan perorangan tidak cukup untuk membayar biaya kepailitan;
e. harta pailit Perseroan perorangan yang telah dinyatakan pailit berada dalam keadaan insolvensi sebagaimana diatur dalam undang-undang mengenai kepailitan dan penundaan kewajiban pembayaran utang; atau
f. dicabutnya perizinan berusaha Perseroan perorangan sehingga mewajibkan Perseroan perorangan melakukan likuidasi dengan mengisi Pernyataan Pembubaran.
2. Kedudukan Direksi sebagai Organ Perseroan Perorangan sekaligus Pemegang Saham dalam Usaha Mikro Kecil
Seperti yang dijelaskan sebelumnya, bahwa perseroan perorangan adalah salah satu badan hukum yang hanya didirikan oleh satu orang saja, dalam hal ini pendiri perseroan saja. Berbeda dengan organ perseroan pada umumnya yang terdiri dari Rapat Umum Pemegang Saham (“RUPS”), Dewan Komisaris, dan Jajaran Direksi, dalam perseroan perorangan seorang pendiri tidak hanya bertindak sebagai pemegang saham namun juga merangkap sebagai direksi. Namun, hal yang perlu diketahui bahwa kedua jabatan tersebut memiliki tugas
dan wewenang yang berbeda.
a. Pendiri perseroan perorangan bertindak sebagai pemegang saham dalam usaha mikro kecil
Dalam UU Cipta Kerja terbaru, pendiri perseroan perorangan memiliki tugas dan tanggung jawab dalam hal melakukan perubahan pernyataan pendirian perseroan perorangan dan melakukan pembubaran perseroan perorangan dengan membuat pernyataan pembubaran dan diumumkan kepada menteri.16 Hal ini berarti seperti pemegang saham pada umumnya, pendiri perseroan perorangan memiliki kewenangan untuk melakukan perubahan terkait dengan bentuk pendirian perseroan perorangan itu sendiri, baik itu dari pendirian maupun dari pembubaran. Perseroan perorangan haruslah mengubah bentuk badan hukumnya
menjadi perseroan apabila pemegang saham bertambah dan tidak lagimemenuhi kriteria UMK seperti yang diatur dalam peraturan perundang – undangan. Pembubaran perseroan perorangan dapat terjadi ketika terdapat keputusan pemegang saham yang memiliki kekuatan hukum yang sama dengan RUPS, telah berakhirnya jangka waktu berdirinya Perseroan Perorangan, adanya putusan pengadilan, perizinan perseroan perorangan dicabut, dan harta pailit perseroan perorangan telah
dinyatakan pailit.
b. Pendiri perseroan perorangan bertindak sebagai direksi dalam usaha mikro kecil
Berbeda dengan perannya sebagai pemegang saham, dalam UU Cipta Kerja terbaru, pendiri perseroan perorangan yang bertindak sebagai
direksi memiliki wewenang dalam hal menjalankan keputusan perseroan perorangan menurut maksud dan tujuan pendirian perseroan perorangan dan membuat laporan keuangan demi terwujudnya pengelolaan yang baik.17 Laporan keuangan yang dimaksud dalam hal ini adalah laporan posisi keuangan, laporan laba rugi, dan catatan atas laporan keuangantahun yang berjalan. Dilihat dari sifatnya dimana pada perseroan perorangan menempatkan pendirinya sebagai pemegang saham sekaligus sebagai direksi menunjukan bahwa sistem seperti ini menganut sistem one – tier board system. Dalam konsep ini, tata kelola perusahaan menggabungkan fungsi manajemen dan pengawasan dalam satu jajaran direksi atau board of directors (BoD)18. Artinya dalam kepengurusan suatu perusahaan hanya ada RUPS tanpa adanya dewan komisaris sebagai pengawas dalam sistem ini. Hal ini tentu berbeda dengan sistem two – tier board system yang ada pada PT dimana membagi fungsi pengawasan dan manajemen kepada jajaran direksi dan dewan komisaris19.
Berangkat dari konsep tersebut, segala keputusan pemegang saham akan mencakup keputusan dari direksi juga sehingga keputusan
yang dikeluarkan memiliki kekuatan hukum yang sama dengan RUPS. Konsekuensi dari sistem ini terletak pada tanggung jawabnya. Segala resiko yang timbul akibat dari keputusan sepenuhnya merupakan tanggung jawab dari pendiri perseroan perorangan tersebut.
KESIMPULAN
Perseroan perorangan, yang juga dikenal sebagai sole proprietorship, merupakan bentuk usaha yang paling sederhana, didirikan oleh satu individu yang bertanggung jawab secara terbatas. Ini merupakan perkembangan dari PT yang biasanya didirikan oleh lebih dari satu orang. UU Cipta Kerja bertujuan untuk mempermudah dan melindungi koperasi serta UMKM, mengizinkan pendirian perseroan oleh satu orang, yang dijelaskan dalam Pasal 109 UU Cipta Kerja. Perseroan perorangan diatur dalam PP Nomor 8 Tahun 2021, yang mengkonfirmasi statusnya sebagai badan hukum dengan tanggung jawab terbatas, dan mendukungkeberlangsungan UMKM di tengah pandemi. PP ini menetapkan syarat pendirian, termasuk kewarganegaraan, usia, dan modal dasar yang harus disetorkan. Laporan
keuangan juga diwajibkan, dan ketidakpatuhan dapat berakibat pada sanksi administratif. Pembubaran perseroan perorangan dapat terjadi melalui keputusan pemegang saham atau jika memenuhi kondisi tertentu. Selain itu, pendiri perseroan perorangan bertindak sebagai pemegang saham dan juga sebagai direksi, menjalankan manajemen dan membuat laporan keuangan. Sistem ini, yang dikenal sebagai one-tier board system, menyatukan fungsi pengawasan dan manajemen, berbeda dengan two-tier board system yang ada pada PT. Tanggung jawab atas keputusan sepenuhnya berada pada pendiri perseroan perorangan.
SARAN
Pendirian perseroan perorangan memiliki tujuan yang baik sebab dapat memperluas lapangan pekerjaan di Indonesia. Pengaturan mengenai perseroan perorangan oleh pemerintah juga memiliki tujuan yang baik, yaitu untuk memberikan kepastian hukum bagi para pelaku usaha untuk dapat bertahan menghadapi kondisi perekonomian di Indonesia. Namun alangkah baiknya jika pemerintah
mengharmonisasi pengaturan mengenai perseroan perorangan sehingga dapat memberikan aturan yang jelas terhadap perseroan perorangan yang ada di Indonesia. Tak hanya itu, pemerintah juga dapat mensosialisasikan bentuk badan hukum seperti ini agar masyarakat dapat lebih terdorong untuk menciptakan lapangan pekerjaan secara mandiri.
DAFTAR PUSTAKA
Undang-Undang
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah
Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2021 tentang Modal Dasar Perseroan Serta Pendaftaran Pendirian, Perubahan, dan Pembubaran Perseroan yang Memenuhi Kriteria Untuk Usaha Mikro dan Kecil
Buku
Syahrul (et.al.). Kamus Lengkap Ekonomi, Jakarta: Citra Harta Prima, 2000, hlm. 98.
Yahya Harahap. Hukum Perseroan Terbatas. 2019. Sinar Grafika.
Mulhadi. Hukum Perusahaan: Bentuk-Bentuk Badan Usaha di Indonesia. 2020. PT Raja Grafindo Persada.
Jurnal
Dian Putri dan Bambang Eko, “Perubahan Pengaturan Pendirian Perseroan Terbatas Pasca Disahkan UU Cipta Kerja”, Notarius, Vol. 16 No. 3, hlm. 1570
Ida Bagus dan I Wayan Wiryawan, “Kedudukan Organ Perseroan dalam Perseroan Terbatas Perorangan Kriteria UMK”, Jurnal Kertha Desa, Vol. 11 No. 1, hlm. 3
Putu Devi dan Kadek Agus, “Perseroan Perorangan Pada Usaha Mikro dan Kecil: Kedudukan dan Tanggung Jawab Organ Perseroan”, Jurnal Magister Hukum Udayana, Vol.10 No. 4, 2021, hlm. 770
Putu Devi, “Pengaturan Pendaftaran Badan Usaha Bukan Badan Hukum Melalui Sistem Administrasi Badan Usaha”. Jurnal Komunikasi Hukum (JKH). Vol. 6 No.1, 2020, hlm. 2
Safitri D, “Omnibus Law RUU Cipta Lapangan Kerja dalam Perspektif Komunikasi Pembangunan Partisipatif”, Jurnal Dialog Kebijakan Publik, vol. 32, 2020, hlm. 39-49.
Sri Siti Munalar (et.al.), “Peran Notaris dalam Pengurusan Izin Usaha Perseroan Terbatas Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2018 Tentang Pelayanan Perizinan Berusaha”, Seminar Nasional Hasil Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat, Vol. 1, 2021, hlm. 128
Yuliana Duti Harahap (et.al.), “Pendirian Perseroan Terbatas Perseorangan Serta Tanggung Jawab Hukum Pemegang Saham Berdasarkan Undang-Undang Cipta Kerja”, Notarius, Vol. 14 No.2, 2021, 726-727
Anda Masih Bingung Terkait Legalitas?
Yuk Langsung AJa klik toMbol di kanan untuk Bertanya Ke Tim Documenta