Realisasi Kemudahan Pendirian Perseroan Perorangan Bagi UMKM Melalui Peran Ganda Direksi
Nadine Fakhira Putri Ravanti dan Sarah Yessie Hana Monica
Latar Belakang
Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) memiliki kontribusi yang sangat positif terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia. Sejatinya, UMKM merupakan jenis usaha yang mampu menyentuh setiap lapisan masyarakat, dimana anggota masyarakat dapat memulai usaha kecilnya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dengan modal yang sangat sedikit. Lama-kelamaan, usaha tersebut akan berkembang dan menyerap partisipasi masyarakat sekitar berupa tenaga kerja sekaligus mengembangkan potensi sumber daya manusia.
Berbagai jenis UMKM tercantum dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UU UMKM) yang menitikberatkan pada perbedaan produktivitas usahanya. Kontribusi UMKM terhadap perekonomian nasional Indonesia merupakan suatu fenomena yang bergerak secara bersinergi dimulai dari bertumbuhnya ekonomi daerah. Pada tahun 2023, pelaku usaha berupa UMKM mencapai 99% dari keseluruhan unit usaha dengan jumlah sekitar 66 juta. UMKM berkontribusi besar terhadap total Pendapatan Domestik Bruto (PDB) Indonesia mencapai Rp9.580 triliun atau 61% dan menyerap 97% dari seluruh total tenaga kerja di Indonesia dengan total 117 juta pekerja (KADIN Indonesia, 2024).
Salah satu contoh pemberdayaan ekonomi daerah melalui UMKM dapat dilihat di wilayah Kelurahan Dwikora Kecamatan Medan Helvetia. Masyarakat setempat memanfaatkan aktivitas dan kecamatan yang ramai dengan sekolah, kampus, rumah sakit, pusat perbelanjaan, dan perkantoran untuk menjalankan berbagai jenis usaha jasa seperti salon, fotokopi, menjahit pakaian, menyewakan tempat tinggal, dan masih banyak lagi (Mery Lani, dkk., 2019).
Kontribusi masif yang diberikan oleh UMKM terhadap perekonomian negara mendorong pemerintah untuk berupaya mendukung perkembangan UMKM. Pada dasarnya, pendirian UMKM diupayakan untuk berkembang ke dalam skala yang lebih besar melalui kemudahan pendirian UMKM berbentuk Perseroan Terbatas (PT). Pengesahan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang selanjutnya diperbaharui menjadi Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 (UU Ciptaker) memperkenalkan konsep perseroan perorangan dalam mengelola UMKM, mempermudah proses birokrasi pendirian PT bagi UMKM dalam bentuk PT menjadi hanya terdiri atas satu orang pendiri yang merangkap menjadi direksi sekaligus pemegang saham bagi para pelaku usaha yang memiliki modal sederhana. Hal ini juga selaras dengan terobosan baru yang terlihat setelah perubahan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UUPT) yang mengakui suatu badan hukum perorangan untuk usaha mikro dan kecil.
Pemberlakuan konsep baru dalam pendirian PT oleh UU Ciptaker merupakanangin segar bagi para pelaku UMKM yang memiliki impian untuk memperluas sayapusahanya dan terus meningkatkan kualitas hidupnya sendiri dan lingkungan sekitar.Akan tetapi, pembaharuan pendirian PT yang positif tidak diikuti denganpembaharuan pengelolaan PT itu sendiri. Ambiguitas pengaturan PerseroanPerorangan sebagai konsep baru seringkali luput dari perhatian para pelaku UMKMdikarenakan sifatnya yang teknis dan tidak umum untuk dibicarakan ketika sedangmembangun suatu perusahaan. Oleh karena itu, terdapat topik pembahasan yangmenarik mengenai kedudukan organ internal dalam Perseroan Terbatas yang sangatberbeda dengan organ PT pada umumnya.
Rumusan Masalah
- Sejauh mana pembaharuan regulasi mengakomodir konsep Perseroan Perorangan untuk UMKM?
- Apakah peran ganda direksi sekaligus pemegang saham dalam Perseroan Perorangan dapat dilaksanakan?
Analisis
1. Pembaharuan Regulasi Guna Mengakomodir Konsep Perseroan Perorangan Bagi UMKM
Pembaharuan sistematika pendirian PT untuk mengakomodir UMKM secara terkhusus ditujukan untuk mempermudah pelaku usaha dengan modal sederhana dalam mengembangkan dan memperluas usahanya, dimana pendiri dari Perseroan Perorangan tersebut merangkap menjadi pemegang saham sekaligus direksi dari perusahaan tersebut. Akan tetapi, UU Ciptaker tidak turut memperbaharui ketentuan dalam mengelola PT itu sendiri yang harus dikelola lebih dari satu orang dikarenakan organ internalnya yang terdiri dari Rapat Umum Pemegang Saham, Direksi, dan Dewan Komisaris (Nofarid Darianto, 2023).
Keberadaan Pasal 109 angka (1) UU Ciptakerja telah mengubah definisi PT yang tercantum dalam Pasal 1 angka 1 UUPT dengan penambahan frasa “badan hukum perorangan yang memenuhi kriteria usaha mikro dan kecil” pada definisi PT, berbanding terbalik dengan prinsip UUPT yang mensyaratkan PT sebagai perusahaan yang didirikan atas suatu persekutuan modal berdasarkan perjanjian. Frasa perjanjian dan persekutuan dalam UUPT sebelumnya mengidentikkan PT dengan pelaku usaha lebih dari satu orang. Sekalipun Pasal 7 ayat (7) UUPT memberikan pengecualian pendirian PT oleh lebih dari satu orang, pengecualian tersebut hanya berlaku bagi perusahaan milik negara dan perusahaan sektor pasar modal dan bukan bagi perseroan perorangan. Namun, pengecualian ini turut diperbaharui oleh UU Ciptaker Pasal 109 ayat (2) yang memperbolehkan PT perorangan untuk dapat didirikan oleh satu orang asalkan memenuhi kriteria usaha mikro dan usaha kecil (Nofarid Darianto, 2023).
Mengingat bahwa konsep Perseroan Terbatas yang mulanya didirikan dengan prinsip persekutuan modal dan berdasarkan perjanjian, dengan adanya Perseroan Perorangan konsep persekutuan modal dan berdasarkan perjanjian tidak lagi menjadi syarat mutlak pendirian PT karena Perseroan Perorangan hanya dapat didirikan oleh 1 orang pemegang saham. Sehingga, bentuk badan usaha berupa Perseroan Perorangan ini merupakan suatu konsep yang baru diterapkan di Indonesia yang tentunya menganut prinsip pemisahan tanggung jawab (separate entity) sebagai ciri khas PT antara perseroan dengan pemegang saham tunggal tersebut. Berbeda dengan Usaha Dagang sederhana yang merupakan salah satu bentuk badan usaha yang didirikan dan dijalankan oleh satu orang saja (Irma Devita, 2010).
Diciptakannya konsep Perseroan Perorangan merupakan bentuk realisasi upaya pemerintah dalam mendorong pengembangan koperasi dan usaha mikro, kecil, dan menengah dengan tujuan untuk meningkatkan perekonomian nasional yang akan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara menyeluruh di berbagai tingkatan sosial. Kemunculan Perseroan Perorangan nyata menawarkan berbagai kelebihan dan kemudahan bagi masyarakat pendiri usaha baru.
Kelebihan Perseroan Perorangan terletak pada:
- Jaminan perlindungan hukum kepada para pelaku usaha melalui pemisahan kekayaan pribadi dan perusahaan dalam bentuk pernyataan modal yang nantinya akan memudahkan pelaku usaha dalam mengakses pembiayaan dari perbankan.
- Sebagai badan hukum tidak perlu menunggu waktu lama untuk mendapat pengesahan.
- Pendirian Perseroan Perorangan bagi usaha mikro dan kecil itu hanya cukup dengan mengisi form pernyataan secara elektronik tanpa memerlukan akta dari notaris.
- Perseroan perorangan ini bersifat one-tier, dimana pemegang saham tunggal sekaligus merangkap sebagai direktur tanpa diperlukannya komisaris.
- Kelebihan selanjutnya adalah pajak yang harus dibayarkan menjadi lebih murah dibandingkan perseroan terbatas ataupun pajak penghasilan perorangan dan akan diberikan penyesuaian tenor pembayaran untuk waktu tertentu (CNN Indonesia, 2021).
Syarat pendirian Perseroan Perorangan cukup mudah, yaitu:
- Pendiri harus berusia minimal 17 tahun;
- Cakap hukum;
- Pendiri merupakan Warga Negara Indonesia (WNI);
- Pendiri hanya dapat mendirikan 1x dalam setahun.
Skema pendaftarannya dapat dilaksanakan dengan datang langsung ke Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM atau dapat dilaksanakan secara online, dengan cara:
- Masuk website AHU Online (ahu.go.id)
- Klik menu Perseroan Perorangan dan lakukan registrasi akun
- Bayar PNBP sebesar Rp.50.000,-
- Login pendirian Perseroan Perorangan
- Isi data pribadi
- Isi modal perseroan
- Isi pemilik manfaat
- Submit dan klik konfirmasi data
- Unduh pernyataan pendirian.
Pendaftaran langsung diselesaikan secara online dengan durasi 2 hari untuk mendapatkan NPWP atas nama perseroan dan untuk mendapat sertifikat status badan hukum tanpa pembuatan akta notaris. Berlaku seumur hidup, selama perusahaan tidak melanggar ketentuan pendirian dan mengalami perubahan kriteria sebagai sebuah Perseroan Perorangan (KEMENKUMHAM RI NTB, 2024).
Kemudahan yang diberikan bentuk usaha Perseroan Perorangan akan sangat menguntungkan masyarakat pemilik UMKM yang mulai mengembangkan usahanya. Untuk mencegah kebingungan dari pemasukan yang didapat oleh pemilik usaha, Perseroan Perorangan memiliki konsep pemisahan kekayaan milik perusahaan dan milik pribadi pengusaha agar nantinya mencegah pencampuran arus dana yang dikeluarkan dan dana usaha hanya digunakan untuk kepentingan jalannya UMKM saja.
Perseroan Perorangan sebagai suatu badan hukum juga tidak harus melalui proses yang panjang dan memakan waktu untuk pembentukannya dan dapat dilakukan secara daring dengan pengisian formulir elektronik tanpa harus mengeluarkan biaya tambahan untuk mendapatkan akta notaris. Melihat dari skema UMKM yang biasanya hanya dijalankan hanya dengan seorang pemilik dan pelaku usaha, Perseroan Perorangan juga tidak membutuhkan banyak orang tetapi bisa dijalankan dengan seorang pemilik yang juga berperan sebagai pemegang saham usaha.
Namun, terdapat batasan suatu usaha untuk memiliki label “Perusahaan Perseorangan” yang dijelaskan dalam Pasal 9 PP No. 8 Tahun 2021 (PP No. 8/2021), bahwa perusahaan perseorangan harus mengubah status badan hukum menjadi perseroan jika pemegang saham menjadi lebih dari satu orang dan/atau tidak memenuhi kriteria usaha mikro dan kecil. Perusahaan Perseorangan memberikan akses khusus yang hanya dapat digunakan oleh usaha kecil atau menengah seperti UMKM agar tidak disalahgunakan oleh perusahaan besar seperti PT.
2. Dinamika Penerapan Peran Ganda Direksi Sekaligus Pemegang Saham Pada Perseroan Perorangan
Dalam pernyataan pendirian Perseroan Perorangan pendiri menjabat sekaligus sebagai Direksi. Tugas dan wewenang Direksi diatur pada Pasal 153D dan Pasal 153F perubahan Undang-Undang PT yang baru. Tugas direksi diawasi oleh lembaga bernama komisaris. Selain melakukan pengawasan terhadap kebijakan dan jalannya perusahaan, komisaris juga dapat memberikan nasihat kepada direksi agar pelaksanaan tata kelola perusahaan dapat berjalan dengan baik demi terciptanya good corporate governance/GCG. Selain itu, komisaris memiliki peran mengawasi jalannya operasional perusahaan dan memastikan keputusan yang diambil oleh direksi sesuai dengan hukum, peraturan, dan kepentingan pemegang saham. Komisaris tidak terlibat secara langsung dalam pengambilan keputusan dan operasional harian perusahaan. Komisaris juga tidak terlibat dalam tugas administratif sehari-hari perusahaan (SIP Lawfirm, 2024).
Pada hakikatnya, PT membutuhkan organ internalnya agar PT tersebut dapat beroperasi sebagaimana mestinya. Hal ini dikarenakan eksistensi PT sebagai subjek hukum yang perlu diwakili untuk melakukan perbuatan hukum dikarenakan terpisahnya PT dari pengelolanya seperti direksi dan pemegang saham (Mulhadi, 2020). Pembaharuan mekanisme pendirian oleh UU Ciptaker yang tidak diikuti oleh pembaharuan pengelolaan internal organ PT menyebabkan masih berlakunya ketentuan organ perseroan yang tercantum dalam UUPT mengenai tata cara mengelola PT, dalam hal ini termasuk Perseroan Perorangan. PP No. 8/2021 Pasal 7 ayat (2) huruf g hanya mengulang pengaturan Perseroan Perorangan yang mengatur status direktur sekaligus sebagai pemegang saham, tidak menghilangkan atau memperbaharui mekanisme menyangkut Dewan Komisaris yang berperan krusial dalam PT sebagai organ komisaris. Ditambah lagi, Pasal 109 ayat 5 UU Ciptaker turut menegaskan direksi dan pemegang saham hanya berupa satu orang dikarenakan perseroan perorangan didirikan oleh satu orang (Moody Rizqy, dkk., 2023).
Keadaan ini bertentangan dengan UU Ciptaker Pasal 109 angka (1) menyatakan organ PT pada dasarnya terdiri dari Rapat Umum Pemegang Saham yang dilaksanakan oleh Direksi dan Dewan Komisaris. Artinya, PP No. 8/2021 sendiri yang sepatutnya ditujukan untuk mengatur Perseroan Perorangan bagi usaha mikro dan usaha kecil turut bertentangan dengan UU Ciptaker yang memperkenalkan konsep Perseroan Perorangan itu sendiri. Ketidakselarasan PP No. 8/2021 dengan UU Ciptaker melanggar asas lex superior derogat legi inferior yang mengatur bahwa peraturan yang lebih rendah yaitu PP No. 8/2021 sepatutnya tidak dapat bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi yaitu UU Ciptaker. Asas hukum sepatutnya menjadi pedoman yang dipegang teguh ketika memperbarui hukum agar dapat terus mengikuti peradaban masyarakat agar tidak terjadi peraturan yang tumpang tindih seperti ini. Pelanggaran asas ini menyebabkan adanya kekosongan hukum akibat belum adanya regulasi spesifik yang mengatur mengenai cara menjalankan Perseroan Perorangan.
Inkonsistensi regulasi yang bersifat tumpang-tindih berpotensi menimbulkan ketidakpastian hukum yang dapat menyulitkan pelaku usaha UMKM untuk memperluas cakupan usahanya. Penyelarasan ketentuan pengaturan Perseroan Perorangan harus segera dilakukan agar nantinya tercipta siklus pembentukan usaha baru khususnya di kalangan masyarakat yang aman dan terbebas dari sengketa hukum untuk dapat mendukung arus perkembangan perekonomian Indonesia.
Kesimpulan
Pemberdayaan UMKM yang didukung langsung oleh Pemerintah Indonesia melalui pengesahan UU Ciptaker yang memperkenalkan konsep Perseroan Perorangan merupakan suatu langkah positif yang dapat menumbuhkan semangat usaha masyarakat untuk terus memberdayakan perekonomian pribadi dan masyarakat disekitarnya. Inisiatif untuk menciptakan Perseroan Perorangan itu merupakan langkah awal yang baik, namun hal ini belum cukup jika tidak didasari dengan regulasi yang memadai dan justru berpotensi menimbulkan masalah hukum hingga legalitas kedepannya.
Diperlukan adanya penyesuaian kembali antara Undang-Undang dengan Peraturan Pemerintah agar keduanya dapat berjalan beriringan untuk mencapai tujuan yang sama, yaitu pemberdayaan dan peningkatan ekonomi masyarakat. Konsep Perseroan Perorangan yang diperkenalkan oleh UU Ciptaker merupakan suatu konsep yang efisien untuk meningkatkan semangat masyarakat dalam mengembangkan skala usahanya melalui kemudahan membentuk suatu badan usaha. Akan tetapi, regulasi yang diberikan oleh pemerintah saat ini belum memadai dikarenakan PP No. 8/2021 yang bertentangan secara substansi dengan UU Ciptaker. Agar tidak terjadinya tumpang tindih peraturan yang memiliki tujuan bertentangan perlu adanya pembaharuan hukum untuk dapat mengakomodir bentuk usaha baru seperti Perseroan Perorangan tanpa harus hanya mengacu pada UUPT.
Untuk mendukung perkembangan UMKM pemerintah perlu memastikan regulasi yang ada sudah dapat dipakai secara mudah dan bebas dari potensi sengketa atau permasalahan kedepannya. Dikarenakan bentuk Perseroan Perorangan juga merupakan bentuk usaha yang cukup baru maka harus dipastikan ketentuannya tidak melanggar prinsip regulasi sebelumnya seperti UUPT. Ketentuan organ perseroan yang tercantum dalam UUPT mengenai tata cara mengelola PT tidak boleh bertentangan dengan pengaturan Perseroan Perorangan terbaru saat ini. Agar UMKM yang menjalankan bentuk Perseroan Perorangan dapat berjalan dengan baik dan tidak adanya salah penafsiran tentang implementasi mekanismenya dalam proses berjalannya usaha.
Saran
Diperlukan penambahan ketentuan baru yang secara jelas mengatur mengenai mekanisme tata kelola internal Perseroan Perorangan secara lebih khusus dikarenakan pendiriannya yang hanya membutuhkan satu orang sehingga dalam proses berjalannya usaha tidak lagi perlu menggunakan peraturan yang mengatur Perseroan Terbatas secara umum. Regulasi yang memiliki banyak celah permasalahan harus segera diatasi agar dapat memberi pemahaman dan kepastian bagi masyarakat yang berkeinginan untuk mengembangkan usaha UMKM sebagai suatu badan hukum yang dilindungi.
Pemerintah dapat merancang regulasi khusus untuk mengakomodir sistematika Perseroan Perorangan dengan melakukan penyelarasan aturan yang dapat diterapkan dengan mudah oleh para perintis usaha baru khususnya UMKM yang memiliki modal dan sumber daya terbatas agar dapat mendukung kemudahan pembentukan badan usaha yang terjamin kepastian hukumnya bagi UMKM.
Sistematika pemberlakuannya harus lebih disederhanakan dan tidak hanya berpaku pada UUPT yang nyatanya dibuat untuk mengatur PT yang sangat berbeda konsep sebagai badan usaha yang jauh lebih besar dan sistematis dengan multi stakeholder jika dibandingkan dengan UMKM yang umumnya hanya memiliki seorang penanggung jawab.
Pemerintah juga dapat melakukan penyuluhan untuk lebih menjelaskan tata cara pembentukan Perseroan Perorangan hingga memperkenalkan kelebihannya kepada masyarakat melalui forum diskusi atau publikasi terkait agar bisa menarik minat para pelaku usaha baru termasuk UMKM untuk dapat membentuk usahanya sebagai suatu Perseroan Perorangan.
Artikel berupa opini ini ditulis oleh Nadine Fakhira Putri Ravanti dan Sarah Yessie Hana Monica yang merupakan Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran.
Daftar Pustaka
Peraturan Perundang-Undangan
- Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2021 Tentang Modal Dasar Perseroan Serta Pendaftaran Pendirian, Perubahan, dan Pembubaran Perseroan yang Memenuhi Kriteria untuk Usaha Mikro dan Kecil
- Undang-undang (UU) Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas
- Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah
- Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang
Buku
- Irma Devita Purnamasari, Kiat-Kiat Cerdas, Mudah, Dan Bijak Mendirikan Badan Usaha, Bandung: PT. Mizan Pustaka, 2010.
- Mulhadi, Hukum Perusahaan: Bentuk-Bentuk Badan Usaha di Indonesia, Depok: PT Raja Grafindo, 2020.
Jurnal
- Mery Lani Purba, Tia Novira Sucipto, “POTENSI DAN KONTRIBUSI UMKM TERHADAP PENINGKATAN KESEJAHTERAAN KELUARGA (Studi Kasus Pelaku UMKM Kelurahan Dwikora Kecamatan Medan Helvetia)”, Jurnal Mutiara Manajemen, Vol.4, No.2, 2019.
- Moody Rizqy Syailendra Putra dan Hanz Bryan Joeliant, “Kedudukan Organ Perseroan Perorangan Pada Usaha Mikro Kecil dan Menengah Pasca Berlakunya Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023”, UNES Law Review, Vol. 6 & No. 2, 2023.
- Nofarid Darianto, “Kedudukan Organ Perseroan Perorangan Pada Usaha Mikro Dan Kecil Berdasarkan Undang-Undang Cipta Kerja”, Jurnal Education and development, Vol.11, No.1, 2023.
- Putu Devi Yustisia Utami, Kadek Agus Sudiarawan, “Perseroan Perorangan Pada Usaha Mikro dan Kecil: Kedudukan dan Tanggung Jawab Organ Perseroan”, Jurnal Magister Hukum Udayana (Udayana Master Law Journal), Vol.10, No.4, 2021.
Internet
- Editor CNN Indonesia, “Yasonna Ungkap PT Perorangan Tak Perlu Akta Notaris,” CNN Indonesia, 2021, https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20210223110952-92-609720/yasonna-ungkap-pt-perorangan-tak-perlu-akta-notaris, [Diakses pada 24/10/2024].
- KADIN Indonesia, “UMKM Indonesia”, Kamar Dagang dan Industri Indonesia, 2024, https://kadin.id/data-dan-statistik/umkm-indonesia/, [Diakses 25/10/2024].
- Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Barat, “Perseroan Perorangan”, KEMENKUMHAM RI NTB, 2024, https://ntb.kemenkumham.go.id/adm-hukum-umum/perseroan-perorangan?view=article&id=645:perseroan-perorangan&catid=57#:~:text=Perseroan%20perorangan%20merupakan%20badan%20hukum,mengenai%20usaha%20mikro%20dan%20kecil, [Diakses 25/10/2024].
- SIP Lawfirm, “Perbedaan Tugas dan Tanggung Jawab Direksi dan Komisaris”, SIP Lawfirm, 2024, https://siplawfirm.id/tugas-dan-tanggung-jawab/?lang=id, [Diakses 25/10/2024].
Anda Masih Bingung Terkait Legalitas?
Yuk Langsung AJa klik toMbol di kanan untuk Bertanya Ke Tim Documenta